Autobiografi Anggi

|


Masa Kecil
            Tahun 1987, bapak Zahuri dan Ibu Yuharni Perianti mengikatkan janji suci pernikahan di rumah sederhana di sebuah desa bernama Air Tiris, provinsi Riau. Pasangan baru ini mendapatkan seorang putra yang diberi nama Angga Herve pada tahun 1989. Selang 5 tahun kemudian, pada tanggal 16 Oktober 1994 lahirlah anak kedua perempuan yang diberi nama Anggi Cahyani Hervi. Itulah aku. Anak bungsu dari dua bersaudara. Tidak ada yang istimewa dari namaku. Tapi terselip sebuah doa dan harapan kedua orangtuaku. Aku diberi nama Anggi karena nama abangku Angga. Nama kami berdua sudah disiapkan oleh Mama ketika beliau masih berstatus sebagai mahasiswa.  Ya, dia sudah merencanakan kami berdua sejak lama. Nama belakangku, Hervi diambil dari gabungan nama panggilan kedua orangtua; Heri dan Peri. Sedangkan nama tengah adalah doa dan harapan mereka, cahyani merujuk kepada kata cahaya. Mereka ingin aku menjadi cahaya bagi keluarga kecil ini. Sangat sederhana, bukan?
            Ketika aku kecil, kehidupan keluarga sudah lebih baik dari sebelumnya. Pada saatku lahir papa dan mama sudah menjadi guru di sekolah ibukota kabupaten, yaitu Bangkinang. Bangkinang adalah sebuah kota kecil tempat aku dilahirkan dan dibesarkan. Banyak sekali kenangan bahagia masa kecil yang ku habiskan di kota ini. Kota yang akan selalu aku rindukan sejauh apapun aku melangkah. Kehidupan keluargaku terbilang cukup baik, setahap demi setahap papa dan mama bahu membahu menjadikan keluarga mereka lebih makmur dan berkecukupan. Pada saat aku lahir hingga berusia 5 tahun kami tinggal di sebuah rumah petak tiga yang disewa oleh orangtuaku. Aku sangat menyukai rumah ini, karena ada sebuah terowongan yang menghubungkan rumahku dan rumah tetanggaku. Aku juga sering kabur dari mama untuk bermain kerumah tetanggaku melalui terowongan ini. Tetanggaku juga sangat baik, aku sudah dianggap seperti anaknya sendiri sehingga akupun memanggilnya mamak. Setiap mama berangkat bekerja aku selalu dititipkan ke mamak. Kemudian pada siang hari mama pulang lalu menjemputku. Sering kali aku malah tidak ingin pulang dan menghabiskan waktu seharian dirumah mamak. Kebetulan mamak juga tidak punya anak kecil lagi, anak mamak pada saat itu sudah besar dan dirawat oleh mantan suaminya.
            Kehidupan keluargaku semakin membaik ketika papa diangkat menjadi kepala sekolah. Kami kemudian pindah ke rumah kontrakan yang lebih besar. Papa juga melanjutkan usaha jual beli mobilnya. Hasilnya lumayan membantu keuangan keluargaku. Pada usia 6 tahun aku pun memasuki masa sekolah, yaitu taman kanak-kanak. Pada waktu itu sebenarnya usiaku sudah cukup terlambat untuk TK. Seharusnya pada usia 6 tahun aku sudah masuk SD. Tetapi papa dan mama mengikuti program pemerintah yang meminta orangtua memasukkan anak sekolah dasar pada usia 7 tahun. Begitulah, aku pun menjadi sedikit tua dibandingkan teman-temanku. Tetapi karena badanku kecil aku pun tidak terlalu terlihat tua diantara teman-temanku. Masa kanak-kanakku menyenangkan sekali. Aku punya teman yang bernama Selvi, Nira, Adnin, Eksa, Dian dan lain-lain. Tetapi sayang kami tidak melanjutkan ke SD yang sama sehingga komunikasi dengan mereka pun terputus.  Pada tahun 2001, aku pun memulai kisah baru di bangku sekolah dasar. Aku masuk ke SD yang bersebelahan dengan TK ku dulu, yaitu SD 011 Langgini. SD ini merupakan salah satu SD Terfavorite di Bangkinang. Sehingga untuk masuk kesini harus melewati beberapa test seperti test warna, test bernyanyi dan lain-lain. Ketika kelas 1 aku mendapat kelas 1 C dengan wali kelas bernama ibu Jum. Di 1 C aku bertemu dengan teman-teman baru. Bela, Yana, Dian, Nanda, Wahyu, Pandu, Chris dan lain-lain. Aku sekelas dengan mereka hingga kelas 3. Pada saat SD aku cukup pintar, selalu masuk ranking 3 besar dan membuat mama senang setiap mengambil raporku karena mama akan naik ke atas panggung. Ketika akhir kelas 3, mama tidak bisa mengambil raporku karena sesuatu hal. Kemudian aku merengek kepada papa untuk mengambilkan raporku. Dulu aku takut sekali jika tidak ada orangtua yang datang ke pengambilan rapor atau digantikan oleh orang lain. Aku inginnya orangtuaku yang mengambilkan rapor. Setelah aku merengek akhirnya papa pun bersedia untuk mengambilkan rapor. Papa datang tepat sebelum pembacaan juara-juara kelas. Ketika pembacaan juara dari kelas 3C, aku bangga sekali karena namaku tertulis sebagai Juara 1 karena pada semester 1 kelas 3 aku kesal sekali hanya mendapat peringkat 3. Akhirnya pembalasan dendamku berhasil. Selanjutnya ketika pembacaan juara umum sekolah, namaku tertulis sebagai juara umum 3. Kalah oleh pandu dari 3B dan Ikel dari 3A. Kami pun naik ke kelas 4. Dikelas 4 ini diberlakukan kelas unggulan. Anak-anak yang duduk diranking 1-10 masuk ke kelas 4 A, ranking 11-21 masuk ke kelas 4 B, ranking 22-32 masuk ke kelas 3 C. Dari kelas 4 inilah persahabatanku, ikel dan pandu dimulai. Kami selalu bersaing ketika belajar, kejar-kajaran nilai dan selalu semangat ketika ulangan. Tapi diluar jam pelajaran kami juga jadi sangat dekat dan menjadi sahabat. Naik ke kelas 5 sayangnya aku dipisah dengan mereka, begitu juga dengan kelas 6. Kemudian kami pun menamatkan pendidiakan disekolah dasar dengan nilai yang sangat baik.
Masa SMP
            Tahun 2007, aku mendaftar sekolah menengah pertama. Pilihanku adalah SMP 1 Bangkinang, SMP unggulan di Bangkinang dan cukup di kenal di Provinsi Riau karena anaknya pintar-pintar. Sebagian besar teman-temanku di SD juga melanjutkan ke SMP 1 Bangkinang, begitu juga dengan Ikel dan Pandu aku sangat senang kali dan berharap bisa sekelas lagi dengan mereka. Ketika pengumuman penerimaan ternyata namaku masuk kedalam 100 besar peringkat tertinggi begitu juga dengan Ikel dan Pandu yang memungkinkan kami untuk masuk ke kelas unggulan. 100 anak ini harus mengikuti test tertulis terlebih dahulu. 2 hari kemudian pun diumumkan hasilnya, aku diterima di kelas 7 Prestasi A. Aku senang sekaligus kecewa karena tidak sekelas dengan Pandu dan Ikel, mereka masuk ke kelas 7 Prestasi B. Kelas unggulan ini memiliki sistem belajar dan penilaian yang berbeda dengan kelas biasa. Kelas ini memiliki jam tambahan. Anak kelas biasa pulang pukul 12.45 sedangkan kami pulang pukul 16.30. Standar nilai kelas unggulan pun berbeda. Jika kelas lain hanya 70 maka kami 75. Fasilitas kelasnya juga berbeda. Kelas unggulan dilengkapi ac, tv, dvd, toilet didalam kelas, gorden yang bagus dan juga karpet. Selain itu juga kelas ini akan digunakan hingga kami kelas 9 yang artinya kami akan sekelas selama 3 tahun. Setelah melewati masa MOS yang menegangkan. Aku pun memulai kehidupan masa SMP dan bertemu dengan teman-teman baru dari SD yang berbeda. Di kelas prestasi A aku memiliki teman dekat, yaitu Cika, Weni, Aulia, Wulan, Iid dan Silvi. Kemanapun kami selalu bersama. Hingga pada saat kelas 8, aku dikucilkan oleh mereka. Aku tidak tau sebabnya kenapa sehingga mereka begitu marah padaku. Semua terjadi begitu saja ketika hari Senin aku masuk kelas mereka sudah mendiamkanku. Ketika istirahat mereka juga tidak mengajak dan meninggalkanku. Aku sedih sekali dibuang oleh sahabat-sahabatku. Aku jadi tidak semangat sekolah. Aku jadi sering bolos jam pelajaran tambahan. Aku bisa bolos karena pada waktu itu mama sibuk menjadi guru instruktur ke daerah lain, papa pindah bekerja ke kabupaten lain dan hanya pulang saat weekend dan abangku sudah kuliah di Yogyakarta. Aku dirumah hanya dengan keponakan papa yang membantu mama sehari-hari. Setiap ditanya aku hanya menjawab sedang tidak enak badan. Setelah 3 bulan sering bolos jam tambahan akhirnya aku ketahuan. Wali kelas yang juga teman mama langsung menelfon dan memberitahu aku sering bolos jam tambahan. Tentu saja mama terkejut dan langsung mengintrogasiku. Aku pun mengatakan hal yang sejujurnya. Kemudian mama membicarakan masalahku dengan walikelas. Mantan sahabat-sahabatku pun disidang tapi tidak sampai di skors. Mereka hanya diminta untuk mengubah kelakuan. Mereka berubah tapi kami tidak bisa bersama lagi. Aku pun lebih nyaman berteman dengan teman-teman dari kelas biasa. Karena menurutku anak kelasku memang pintar tapi egois. Berbeda dengan anak kelas biasa yang lebih asyik dan seru. Sampai penghujung masa SMP, tidak tahu bagaimana mantan sahabat-sahabatku kembali dekat denganku. Mereka meminta maaf atas kelakukan mereka. Aku hanya bisa memaafkan mereka karena mereka sahabat pertamaku di SMP tentu saja aku menyayangi mereka. Masa SMP ku berakhir dengan indah.
Masa SMA
            Tahun 2010, aku melanjutkan ke SMA 1 Bangkinang. Sekolah ini juga sekolah paling favorit di Bangkinang. Sebenarnya aku enggan masuk ke sekolah ini karena mamaku juga mengajar disini. Aku jadi tidak bisa berbuat yang aneh-aneh dan sesukanya lagi. Tapi apa mau dikata, mama tidak mengizinkaku memilih sekolah lain dengan perjanjian ketika memilih universitas aku boleh memilih sendiri. Ini membuatku sedikit sedih karena artinya aku akan berpisah dengan Ikel dan Pandu karena mereka melanjutkan ke SMA Plus Riau yang berada di Pekanbaru dan juga di asrama. Kata orang masa SMA adalah masa paling menyenangkan, begitu juga kataku. Masa SMA berbeda dengan masa SMP yang lebih meledak-ledak. Masa SMA lebih terkontrol dan terarah. 
            Hal yang paling ku takutkan dari sekolah baru adalah MOS. Apalagi tahun 2010 MOS masih menjadi ajang balas dendam, ajang unjuk urat leher, ajang tebar pesona bagi laki-laki dan ajang unjuk suara 6 oktaf bagi senior perempuan. Pada pembagian kelas aku mendapat kelas X3, yang untungnya sekelas dengan Weni, Wulan dan Iid. Sebagai ABG yang tidak mau disebut gaptek, maka aku dan teman-temanku juga aktif menggunakan facebook pada saat itu. Ternyata hal itu membuat senior menjadi lebih gampang menandai wajah-wajah anak baru seperti kami. Sialnya, sahabatku Weni ditandai oleh seorang senior karena dianggap muka pembangkang. Aku yang selalu berdua dengan Weni mau tidak mau juga kena semprot oleh mereka. Tapi untungnya karena power of mama mereka tidak terlalu berani membentakku. Ada untungnya juga ku pikir. Masa MOS berakhir maka kami pun mulai belajar seperti biasa. Kenakalan-kenakalan khas anak SMA seperti cabut ke kantin jam pelajaran, lupa mengerjakan tugas, datang ke sekolah pagi-pagi demi mengerjakan PR atau nyontek ketika ulangan menjadi kenangan yang menyenangkan. Kisah cinta jaman SMA juga menjadi kenangan pahit yang lucu dan menyenangkan. Mendapatkan sahabat-sahabat baru adalah hal yang luar biasa dihidupku. Masa SMA rasanya berlalu begitu cepat.
            Bulan Oktober 2012 aku mendengar kabar pembukaan pendaftaraan Telkom University, aku pun mencoba mengikuti jalur pendaftaran JPPN 1 tanpa test, hanya berbekal nilai rapor dan beberapa piagam. Beberapa temanku juga ikut mendaftar ke Telkom University melalui jalur ini. Ketika pengumuman aku ditemani mama melihat website penerimaan mahasiswa baru Telkom University, dan Alhamdulillah aku dinyatakan lulus. Mama langsung memelukku begitu melihat namaku dinyatakan lulus. Aku sangat senang sekali bisa membuat mama bangga.
Masa Kuliah
            Agustus 2013, tibalah saat aku harus memulai kehidupan baru sebagai mahasiswa perantauan di Bandung. Aku sedih meninggalkan mama. Aku ke Bandung diantar oleh Abangku saja, karena mama dan papa sedang melalukan persiapan untuk keberangkatan haji. Tiba di Bandung aku benar-benar merasa asing, jelas Bandung sangat berbeda dengan Bangkinang. Aku dan abang menginap di sebuah hotel di daerah Cihampelas, yang baru ku ketahui sangat jauh dari Dayeuhkolot ketika sudah cukup mengenal Bandung. Ke esokan  harinya aku pun langsung menuju asrama. Asrama ini diwajibkan bagi mahasiswa tahun pertama. Ketika sampai di asrama sudah ramai sekali mahasiswa baru yang akan masuk asrama. Karena pada tahun 2013 sistem asrama masih siapa cepat dia dapat dan bebas memilih teman, aku pun langsung memilih kamar 318 dan memasukkan nama Olla, Bibil dan Ica. Mereka adalah teman-teman sejurusan yang ku temui di twitter. Olla langsung menyusulku begitu kamar sudah ku tempati, kebetulan dia juga sudah berada di Bandung. Kemudian di susul oleh Bibil dan Ica yang tiba di Bandung keesokan harinya. Kami berempat adalah mahasiswa perantauan. Olla dari Madiun, Bibil dari kudus dan Ica dari Bogor. Dalam waktu singkat aku pun sudah sangat dekat dengan mereka. Beberapa hari kemudian kami pun memasuki masa pembantaian “ospek”, setelah melewati ospek kami pun langsung kuliah.
            Aku masuk ke kelas MBTI D dan berkenalan dengan banyak teman baru. Masa-masa menjadi mahasiswa baru pun masih sangat terasa. Teman-temannya masih terlihat kalem dan baik semua. Untuk hal mengerjakan tugas pun masih sangat rajin dan semangat. 7 minggu kuliah pun berlalu, kemudian pun kami pun memasuki masa UTS. Setelah UTS, sepertinya ada masa libur beberapa hari. Aku pun memilih untuk pulang ke Bangkinang karena mama dan papa baru saja pulang dari tanah suci. Setelah uts aku langsung berangkat menuju bandara.
            Sesampainya di Pekanbaru aku dijemput oleh abang iparku. Kami langsung menuju Bangkinang yang berjarak 60km dari Pekanbaru. Setiba dirumah aku disambut oleh mama. Mama dan papa masih terlihat capek sekali. Keadaan mama pada waktu itu juga tidak sehat. Setelah 2 hari dirumah tiba-tiba pada pukul 21.00 mama mengeluh kepada papa badannya sangat sakit dan minta dibawa kerumah sakit. Aku terkejut melihat mama menangis dan berkeringat banyak sekali dalam pelukan papa. Aku, papa dan mama pun langsung menuju Pekanbaru. Mama langsung ditangani dokter. Tetapi pada saat itu dokter hanya mengatakan asam lambung mama terlalu tinggi. Mama pun  diberikan obat dan disuruh istirahat dulu. Beberapa jam kemudian keadaan mama sudah membaik, mama pun mengajak papa pulang. Namun keesokan siang mama kembali drop, mama pun langsung dibawa lagi kerumah sakit. Setelah di cek dokter mengatakan ada pembengkakan jantung, mama langsung dimasukkan ke ICCU. Banyak sekali selang yang dimasukkan ke badan mama melalui mulut. Selang itu untuk membantu pernafasan mama karena jika tidak mama akan merasakan sesak. Aku sedih sekali melihat keadaan mama yang tiba-tiba drop. Setelah 2 minggu di ICCU, mama pun diperbolehkan pindah ke ruangan perawatan. Aku pun kembali lagi ke Bandung untuk kuliah. Rasanya berat sekali meninggalkan mama yang masih sangat sakit.
            Bulan Januari 2014, mama masih sakit. Selama 3 bulan aku bolak balik Bandung-Pekanbaru disetiap ada kesempatan libur. Ketika aku pulang untuk liburan semester ganjil, mama dirawat di ICU RSI Ibnu Sina di Pekanbaru. Selama 2 minggu aku selalu menemani mama, berdoa agar mama disembuhkan. Setiap ada panggilan dari suster untuk keluarga ibu Yuharni jantungku serasa berhenti, takut terjadi sesuatu sama mama. Tapi akhirnya, tanggal 25 Januari 2014 ketika aku dan papa baru selesai solat subuh, seorang satpam memanggil kami dan mengatakan keluarga ibu Yuharni dipanggil ke ICU. Aku, papa dan abang langsung berlari menuju ICU. Setiba di ICU, aku melihat suster memompa alat bantu pernafasan. Dokter mengatakan jika mama sudah tiada. Alat-alat pendeteksi yang masih menunjukkan jantung dan nafas mama ada adalah bantuan dari semua alat yang dipasangkan kepada mama. Papa tersandar, abang terduduk lemas dan aku hanya bisa terdiam seakan tak percaya. Suster memanggilku untuk membantu mama membacakan dua kalimat syahadat di telinganya. Aku menghampiri mama dan melafadzkan dua kalimat syahadat dengan terbata-bata, aku membelai rambut mama yang sudah sangat sedikit berharap mama bangun. Tapi mama tidak bangun. Mama pergi meninggalkan aku, papa dan abang. Kemudian mama dibawa pulang ke Bangkinang, kerumah kami. Kami tiba sekitar pukul 9 kurang, sudah banyak sekali kerabat, teman dan siswa mama yang berkumpul dirumah. Aku turun dari ambulance dan langsung dipeluk tanteku. Mama dikebumikan di pemakaman keluarga di Airtiris, kampung halaman mama.
            Setelah mama pergi, kehidupan kami tidak sama lagi. Berusaha mencari kebahagian lagi tapi tidak akan pernah sama seperti ketika masih ada mama. Aku pun harus belajar banyak sekali untuk bertahan dan mandiri. Sekarang papa sudah beristri lagi, begitu juga dengan abang. Mereka punya kehidupan masing-masing. Tidak jarang aku merasa bukan prioritas mereka lagi. Tapi tentu saja tidak boleh mengeluh. Aku tetap berharap ada kebahagian yang benar-benar bisa memenuhi hati lagi. Aku berharap bisa membahagiakan papa, membanggakan papa, memberikan apapun yang papa inginkan. Aku tidak sempat melakukannya kepada mama, maka dari itu aku harus cepat menjadi anak yang sukses agar tidak terlambat untuk memberikan semuanya kepada papa.              
                                                                                             

0 komentar:

Posting Komentar