Autobiografi Faishal

|


Faishal Nur Pambudi, itulah nama lengkap saya. Banyak pepatah yang mengatakan bahwa nama adalah doa orang tua yang dititipkan oleh orang tua kita. Mungkin pepatah itu benar, karena arti dari nama saya cukup berat yaitu seorang pemimpin yang disinari cahaya dari surga. Dengan nama tersebut saya selalu berusaha untuk menjadi seorang pemimpin yang baik di lingkungan saya. saya beranggapan menjadi pemimpin tidak harus memimpin sebuah pasukan, namun dengan menjadi orang yang bisa menjadi panutan banyak orang itu sudah cukup menjadikan saya seorang pemimpin. Karang Lewas Lor, desa kecil dipinggiran kota Purwokerto Jawa Tengah yang menjadi tempat saya dilahirkan pada tanggal 02 Juli 1994. Desa yang damai dan penuh keramahan yang sampai saat ini menjadi tempat yang selalu saya rindukan karena hingga umur 3 tahun saya tinggal di desa tersebut.
Ayah saya bernama Heri Suprapto beliau lahir dari keluarga dengan latar belakang seorang guru dan seorang petani di desa tempat saya dilahirkan. Sejak kecil ayah saja sudah dididik untuk menjadi seseorang yang mandiri dan hidup sederhana. Tidak banyak kemewahan yang bisa dirasakan oleh beliau.  Masa kecilnya dihabiskan bermain di sawah, sungai dan kebun. Tapi beliau mendapat pendidikan yang baik terbukti dia adalah lulusan dari Universtas Pendidikan Indonesia. Gurat wajah beliau sangat jelas menggambarkan bahwa beliau adalah orang yang tidak pernah untuk berjuang demi keluarganya dari kecil hingga sekarang. Dengan mata saya sendiri saya melihat bagaimana perjuangan seorang ayah yang berjuang membangun keluarga dari bawah. Beliau adalah anak kedua dari 4 bersaudara. Walaupun hidup dengan sederhana mereka berempat berhasil menyesaikan pendidikan mereka hingga tingkat perguruan tinggi. Beliau kini bekerja menjadi guru di salah satu Sekolah Menengah Pertama di kota Cirebon.
Ibu saya bernama Enisa yang dilahirkan dari keluarga pebisnis batik di daerah Trusmi, Cirebon. Masa kecil beliau cukup berbeda dengan yang dialami oleh ayah saya. Lahir dari keluarga yang serba ada, menjadikan semasa kecil beliau tumbuh menjadi anak yang manja. Bisnis batik yang dijalani oleh keluarga beliau cukup suskes hingga sekarang. Beliau adalah anak kedua dari 8 bersaudara. Beliau sempat menjadi guru di salah satu sekolah swasta di Cirebon. Sekarang beliau memiliki toko sembako kecil di dekat rumah, tidak jarang beliaupun membantu nenek saya  untuk mengelola bisnis batiknya.
Selang 4 tahun setelah saya dilahirkan, Allah SWT kembali menitipkan anugrahnya kepada orangtua saya yaitu seorang anak perempuan yang diberi nama Amalia Nur Listiyani. Dialah adik perempuan saya yang sekarang bersekolah di salah satu Sekolah Menengah Atas di kota Cirebon. Ketika dia lahir kami sudah menetap di Cirebon. Namun, dia dilahirkan di Purwokerto. Dia tumbuh sebagai anak yang rajin, bahkan lebih pintar daripada saya. Sayangnya dia sedikit malas untuk membantu ibu dalam mengerjakan beberapa pekerjaan rumah sehingga apabila saya sedang pulang ke rumah, beberapa pekerjaan tersebut saya yang membereskannya.
Tidak banyak yang bisa dicerikatan dimasa kecil saya. Walaupun keluarga dari ibu saya adalah keluarga yang tergolong berada, namun saya tidak merasakan itu. Saya pindah ke kota Cirebon diumur 3 tahun. Hidup di pinggiran kota cirebon dengan rumah kontrakan yang kecil di daerah Cangkol, disitu lah saya menghabiskan masa kecil saya bermain seperti layaknya anak kecil pada umumnya. Selang 2 tahun saya pindah ke rumah peninggalan buyut saya di daerah Trusmi. Trusmi adalah salah satu sentra batik di Cirebon tempat dimana bisnis nenek saya berkembang. Kehidupan keluarga saya sedikit demi sedikit berangsur membaik. Ayah dan ibu saya bahu membahu bekerja untuk membesarkan keluarga kecil ini. Perjuangan mereka membangun sebuah keluarga sangat berat, tanpa bekal bantuan dari kedua orangtua mereka, mereka bisa membuat saya merasa nyaman dengan kesederhanaan dan hangatnya kasih sayang yang selalu meraka curahkan kepada saya.
Meninggalkan cerita pilu saya. Kita mulai dengan pendidikan formal pertama yang saya dapatkan di TK Nurussaadah Panembahan. TK tersebut tidak jauh dari rumah saya, sekitar 1km jaraknya. Selama 2 tahun saya menimba ilmu dasar disana. Sebenarnya usiaku terbilang terlambat untuk masuk TK. 1 tahun pertama saya selalu ditemani oleh ibu, namun pada tahun berikutnya saya sudah berani untuk berangkat sendiri. Kesehariannya saya berangkat dan pulang menunggunakan becak. Setiap hari jumat, terdapat acara makan bersama ketika jam istirahat, biasanya makanan yang disediakan adalah nasi kuning ataupun nasi uduk, saya bisa merasakan canda khas anak anak saat kita makan bersama sama. Saat perpisahan TK, saya dan beberapa teman melalukan sebuah persembahan untuk para guru dengan menampilkan sebuah musikalisasi puisi serta beberapa tarian. Momen itu yang tidak akan pernah saya lupakan selama saya TK.
Seharusnya pada usia 6 tahun saya sudah masuk SD. Tetapi kedua orang tua saya mengikuti program pemerintah yang meminta orang tua memasukkan anak sekolah dasar pada usia 7 tahun. Alhasil saya pun menjadi sedikit lebih tua dibandingkan dengan yang lain. Pendidikan saya berlanjut di SD Negeri 1 Panembahan. Letaknya bersebelahan dari TK saya dulu. SD tersebut tergolong SD yang bagus didaerah itu. Semasa SD saya adalah murid unggulan karena kemampuan saya sudah diatas rata-rata jika dibandingkan dengan teman-teman yang lain. Dari kelas 1 hingga kelas 5 saya memperoleh ranking 1, hingga pada kelas 5 SD saya ditunjuk oleh sekolah untuk mewakili SD Negeri Panembahan 1 dalam ajang murid berprestasi tingkat kabupaten Cirebon. Alhamdulillah saya mendapatkan juara kedua dan mewakili Kabupaten cirebon melaju ke tingkat provinsi untuk mata pelajaran Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Namun perjuangan saya harus terhenti di tingkat provinsi karena saya hanya masuk peringkat 5.
Setiap hari saya kayuh sepada merah saya untuk menuju ke sekolah. Ya, sejak kelas 1 hingga kelas 6 saya menggunakan sepeda untuk pergi ke sekolah. Ketidak sengajaan saya bertemu dengan reza, iskandar dan fahrizal di parkiran saat hari pertama masuk sekolah membuat kita berteman dekat. Setiap hari kita berempat selalu berangkat bersama. Sepulang sekolah kita sering bermain di dekat lapangan sekolah dengan teman-teman kelas lainnya. Mereka senang bermain futsal. Karena saya tidak begitu suka dengan permainan futsal, saya hanya duduk dipinggiran lapangan. Ada satu orang yang selalu menemani saya ketika teman yang lain sedang bermain bola, Ade Solehudin sosok dengan tubuh gempalnya selalu menemani saya. Dia adalah anak dari juragan kerupuk di daerah kami. Pertemanan saya dengan Ade semakin dekat ketika kita sering pulang bersama. Saya sering menyunjungi rumah dia sehabis pulang sekolah.  Pertemanan kita sangat dekat hingga saya sering menginap dirumah dia. Semenjak lulus SD saya sangat jarang bertemu dengan dia, karena kesibukan kita sudah sangat berbeda. Beberapa tahun saya tidak mendengar kabarnya. Dan sekitar 3 tahun lalu saya mendengar bahwa dia sudah berpulang kehadapan Allah SWT karena penyakit jantung yang diidapnya. Yang sangat saya sesali adalah  entah kapan kita saling bertemu sebelum dia wafat dan saya tidak sempat melayat dan melihat dia untuk yang terakhir kali karena pada saat itu saya masih berada di Bandung dan tidak memungkinkan untuk saya pulang. 1 hal yang bisa saya maknai dari pertemanan saya dimasa SD adalah pertemanan anak anak desa yang selalu berfikir untuk bermain tanpa membuang uang orang tua namun kita masih bisa bercanda dan bersenang senang bersama. Saya sangat merindukan kebersamaan itu. 
Berbekal piagam murid berprestasi tersebut saya memberanikan diri untuk melanjutkan pendidikan sekolah menengah pertama di kota karena pada saat itu SD saya memang berada di desa. Hanya ada 3 orang dari SD Panembahan 1 yang melanjutkan pendidikan SMP di kota, salah satunya adalah saya. walaupun saya memiliki prestasi murid teladan, namun saya tetap harus mengikuti tes seleksi masuk. Saya tidak merasa yakin bisa lulus tes tersebut karena soal ujian yang saya kerjakan sangat susah. Alhamdulillah ketika saya melihat pengumuman di mading sekolah, ternyata saya berhasil diterima di SMP Negeri 1 Kota Cirebon dengan kelas unggulan. Adaptasi yang cukup lama membuat saya tidak memiliki banyak teman. Perbedaan gaya hidup dan pertemanan antara anak-anak desa dan kota membuat saya sedikit kaget. Teman pertama saya adalah Pratiwi, itupun karena kita menggunakan angkot yang sama ketika pulang. Setiap pagi saya berangkat bersama ayah dan adik saya menggunakan motor karena pada saat itu Sekolah Dasar adik saya dekat dengan sekolah saya. Saat itu keluarga saya belum mempunyai mobil sehingga terpaksa ayah mengantarkan saya dan adik saya menggunakan motor. Terkadang saya merasa malu karena menggunakan motor bertiga, karena rata-rata yang bersekolah di SMP tersebut adalah orang-orang yang mampu secara finansial. Namun ketika saya mulai mengeluh atau malu saya selalu berifikir untuk apa saya malu, saya harus bangga karena saya mengetahui perjuangan ayah saya untuk memperjungkan pendidikan anak-anaknya.
Satu tahun adalah waktu yang cukup lama untuk saya beradaptasi dengan lingkungan perkotaan. Beranjak kelas dua, saya sudah mulai berteman dengan beberapa orang dan sudah menyukai seorang gadis bernama Gina Nur Kholidiah. Perawakan arab nya membuat saya tertarik dengan dia. Dengan masa pendekatan yang singkat akhirnya saya menjalin hubungan dengan dia, namun ketika itu saya terlalu sibuk dengan tugas yang cukup banyak sehingga saya bersikap cuek, kita hanya menjalin hubungan sekitar empat bulan. Namun setelah itu kita berdua tetap berteman, bahkan anehnya setelah kejadian tersebut kita menjadi teman dengan hingga saat ini. Pambudi’s Family adalah nama “geng” saya saat SMP. Asal mula nama Pambudi’s Family adalah karena saya adalah satu satunya laki-laki yang ada di “geng” tersebut dan nama pambudi adalah nama belakang saya. Semenjak SMP saya memang lebih dekat dengat perempuan daripada dengan laki-laki. Gina, Mutia, Icah, Sofi, Asti, Heda, Ferti, Alvira mereka lah sahabat sahabat terbaik saya ketika SMP. Sepulang sekolah kita sering pergi ke salah satu mall yang berada dekat sekolah kami. Kami sering main “Dance Dance Revolution” di pusat game master yang ada di mall tersebut. Gaya bermain saya ketika SMP memang jauh berbeda jika dibandingkan dengan SD. Tapi saya pikir hal tersebut adalah wajar, karena lingkungan ketika saya SD dan SMP jauh berbeda. Pertemanan kami bersembilan tetap terjalin dekat hingga sekarang. Ketika liburan kuliah kami selalu menyempatkan diri untuk saling berkumpul.
Bersekolah di sekolah unggulan membuat saya memiliki banyak saingan dalam bidang akademik. Pola pembelajaran yang diterapkan juga sangat berbeda dibandingkan ketika di SD. Hal itu membuat saya menjadi anak yang biasa saja dikelas, bukan dalam golongan anak bodoh namun tidak bisa dikatakan golongan anak pintar. Selama tiga tahun saya bersekolah hanya 2 kali saya masuk ranking 10 besar. Guru yang paling saya ingat adalah guru matematika saya ketika kelas dua yang bernama Ibu Nani. Beliau menjadi guru yang sangat ditakuti karena sangat galak saat mengajar dan susah. Jika kita ingin mendapatkan nilai yang bagus, kita harus mengikuti les yang diadakan beliau dirumahnya. Mau tidak mau untuk menunjang nilai rapot, saya terpaksa ikut les tambahan dengan beliau. Beranjak kelas tiga saya sudah mulai fokus untuk menghadapi Ujian Nasional. Program sekolah mengharuskan murid kelas tiga mengikuti pengayaan setiap hari jam 06.00 pagi. Setiap pengayaan saya selalu merasa sangat mengantuk karena bagi saya itu terlalu pagi. Nilai Ujian Nasional yang saya dapatkan cukup tinggi dengan rata rata nilai 8,90. Nilai tersebut menjadi bekal saya untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang selanjutnya yaitu Sekolah Menengah Atas.
Tidak sulit untuk menentukan Sekolah Menengah Atas yang saya inginkan. Karena hanya ada 2 Sekolah Menegah Atas yang menjadi favorit pada saat itu. Saya memilih SMA Negeri 1 Cirebon untuk melanjutkan pendidikan saya. Saat itu saya tidak begitu sulit untuk beradaptasi karena hampir dari setengah siswa nya adalah siswa SMP Negeri 1 Cirebon. Ekstra kulikuler yang saya pilih saat SMA adalah Palang Merah Remaja. Saya menekuni dunia Palang Merah Remaja sejak SMP namun ketika SMP saya tidak serius menggeluti ekstra kulikuler tersebut. Saya banyak mendapat teman dan pengalaman selama mengikuti PMR. Pengelaman yang paling menarik ketika saya mengikuti lomba Jambore PMR Tingkat Nasional mewakili kota Cirebon. banyak sekali kenangan ketika melakukan latihan. Biasanya kami berlatih dari jam 16.00 hingga 18.00. Program yang SMA saya terapkan adalah full days school sehingga saya masuk jam 07.00 hingga 15.30.
Masih ingat dengan Ferti ? sahabat saya semasa SMP, ternyata 1 kelas dengan saya ketika kelas 1 SMA, terlebih saya ditunjuk sebagai Ketua Kelas sehingga saya tidak susah untuk menemukan teman. Setelah sebulan berlalu saya mulai dekat dengan teman yang lainnya, seperti Nabil, Ola, Thalia, dan Dara. Kita berenam  termasuk Ferti menjadi sahabat dekat. Kita berbeda kelas ketika penentuan jurusan. Pilihan selalu ada dalam hidup kita, dan kita harus bisa nementukan pilihan kita dan mengambil semua resiko yang ada. Begitupun yang saya lakukan ketika kenaikan kelas dua, saya harus memilih jurusan antara Ilmu Pengetahua Alam (IPA) atau Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS). Ola dan saya memilih jurusan IPA sementara Nabil, Thalia, Dara, dan Ferti memilih jurusan IPS. Nilai rapot yang saya dapatkan bisa masuk kedua jurusan tersebut jadi saya memilih untuk masuk jurusan IPS, namun seminggu setelah itu ibu saya mengubah jurusan saya menjadi IPA dengan alasan jurusan IPA akan lebih luas dalam memilih jurusan pada saat kuliah nanti. Dengan terpaksa saya harus mengikuti kemauan ibu saya, padahal saya kurang begitu suka dengan mata pelajaran Fisika. Dari kelas satu hingga kelas tiga SMA, saya selalu mengikuti les fisika yang diadakan oleh guru. Namun tetap saja saya kurang paham mengenai pelajaran fisika.
Memasuki kelas 3 SMA saya sudah mulai berhenti untuk mengikuti kegiatan ekstra kulikuler PMR yang saya geluti. Saya mengikuti pembelajaran tambahan di salah satu lembaga bimbingan belajar Ganesha Operation. Saya menjalani kelas tiga SMA dengan sangat berat karena pagi hari saya harus sudah berangkat sekolah pukul 06.00 hingga 15.30 setelah itu dilanjutkan dengan bimbingan belajar sampai jam 18.00. Sesampainya dirumah saya tidak sempat untuk mengulang beberapa mata pelajaran dan mengerjakan PR karena saya sudah merasa sangat lelah. Pemikiran saya terbagi ketika saya harus memillih Universitas mana yang akan saya pilih untuk melanjutkan pendidikan. Saya tidak ingin masuk jurusan yang mempunyai unsur fisika sedangkan itu tidak mungkin karena saya berasal dari jurusan IPA yang notabene semua jurusan diperkuliahan mengandung mata kuliah fisika. Akhirnya saya memutuskan untuk cross jurusan. Latar belakang keluarga dari ibu saya banyak yang bekerja di bidang telekomunikasi lah yang membuat saya memutuskan untuk mendaftar di Telkom University dan tentunya saya memilih jurusan IPS. Pada saat saya mendengar pengumuman pendaftaran Telkom University sudah dibuka, saya langsung mendaftar dengan jurusan yang saya pilih adalah MBTI. Selang beberapa minggu kemudian saya mendapat kabar dari guru bimbingan konseling bahwa saya berhasil jurusan tersebut. Setelah saya dinyatakan diterima, tidak pikir panjang saya langsung memantapkan hati untuk tidak mendaftar ke universitas yang lain. Adapun saya mengikuti jalur seleksi undangan perguruan tinggi hanya untuk formalitas dari sekolah. Saat itu salah memilih administrasi fiskal di Universitas Indonesia. Dan hasilnya sudah bisa ditebak, saya tidak berhasil masuk ke jurusan tersebut. 
Hari pelaksanaan Ujian Nasional pun tiba. Hal yang saya takutkan pun terjadi. Ketika mata pelajaran Fisika banyak soal yang tidak bisa saya kerjaan. Namun ternyata teman-teman yang lain juga banyak yang tidak bisa mengerjakan soal fisika tersebut. Saya sedikit lega karena ternyata bukan hanya saya yang tidak bisa. Beberapa minggu kemudian saya dinyatakan lulus ujian nasional dengan nilai terendah adalah fisika. Tapi saya tidak mempermasalahkan itu karena memang dari awal masuk SMA saya tidak begitu mengerti dengan mata pelajaran tersebut, dan kedua orangtua saya memaklumi hal tersebut.
03 Agustus 2013 adalah langkah awal saya untuk memasuki dunia yang baru yang penuh kemandirian. Tanggal itu adalah hari pertama saya pergi ke Bandung untuk memulai pendidikan Universitas saya. Tinggal di kota yang bisa dibilang asing bagi saya, membuat saya terlalu banyak berfikir. Rasa sedih karena harus meninggalkan orangtua, rasa takut dengan orang sekeliling, rasa sendiri karena belum mempunyai tumpuan, dan masih banyak rasa yang lain selalu berkecambuk dalam hati. Saya hanya bisa berdoa agar segala sesuatu yang saya lakukan disini bisa menjadi jalan yang baik untuk masa depan saya. wajah ayah dan ibu selalu menjadi penyemangat agar saya bisa sukses disini dan membuat keadaan keluarga kami jauh lebih baik dari sekarang.
Tinggal di asrama membuat saya sedikit berlega hati karena setidaknya saya tidak susdah untuk mencari teman baru. 316 adalah nomer kamer asrama saya bersama dengan Faldi, Fariz, dan Fahrizal. Banyak penyesuaian yang harus saya lakukan karena harus tinggal empat orang yang tentu memiliki watak yang berbeda beda. Namun saya tidak langsung menempati asrama laki-laki yang berada di kampus karena pada saat itu asrama masih dalam tahap pembangunan. Saya dan teman teman mahasiswa baru yang lainnya harus tinggal di asrama Universitas Pendidikan Indonesia (UPI). Masa orientasi mahasiswa baru saya lewati ketika masih berada di asrama UPI sehingga saya harus bangun lebih pagi karena jarak yang jauh antara UPI dan kampus saya. Saat orientasi, ayah selalu membantu saya dalam mempersiapkan segala sesuatu yang harus saya bawa ketika orientasi berlangsung. Beliau rela tidak tidur karena membuat tas dari karung goni untuk saya dan masih banyak lagi bantuan yang beliau berikan ketika masa orientasi tersebut. Saya merasa sangat bersyukur memiliki ayah seperti beliau.
Hari pertama kuliah saya sudah pindah ke gedung asrama yang baru yang berda di lingkungan kampus. Karena saya belum bisa mengendarai motor maka saat itu saya pulang dan pergi ke kampus selalu jalan kaki. MBTI-D adalah kelas inti yang saya dapatkan. Awalnya saya merasa sangat malu karena saya berasal dari kota kecil dan bisa dibilang saya “cupu” dibandingkan dengan teman-teman yang lain. Lagi. Saya susah beradaptasi dengan teman-teman yang ada disana. Terbiasa dengan teman perempuan saya menjadi susah untuk mendapatkan teman laki-laki. Tiga bulan pertama saya tidak memiliki teman dekat, namun suatu ketika saya memberanikan diri untuk mendekati teme-teman perempuan yang ada dikelas. Laras, Karina, Citra, dan Emunda adalah teman dekat pertama saya. Saat istirahat saya ikut mereka ke kantin untuk makan, berawal dari itu saya dekat dengan mereka. Tidak lama setelah itu kita membuat “geng” yang bernama Cabs yang beranggotakan saya, Laras, Karina, Citra, Emund, Anggita, Anggi, Rahmah, Rezki. Hingga sekarang mereka lah teman teman yang selalu menemani saya. lambat laun saya sudah bisa merasa beradaptasi dengan lingkungan baru saya.
Organisasi merupakan hal penting dalam proses pengembangan diri. Banyak organisasi yang tersedia di Telkom University, seperti Himpunan Mahasiswa ataupun beberapa Unit Kegitan Mahasiswa. Beberapa Unit Kegiatan Mahasiswa yang pernah saya coba adalah Choir, dan Bengkel Seni Embun. Namun saya hanya satu tahun mengikuti organisasi tersebut karena menurut saya organisasi akan mengikat saya dan hal itu memberatkan ruang gerak saya untuk mengerjakan hal lain. Untuk menambah keaktifan dan pengembangan diri, saya lebih suka bergabung dalam kepanitiaan beberapa acara seperti acara pengabdian masyarakat, olahraga, dan acara musik. Karena menurut saya dengan kepanitiaan tersebut akan lebih banyak mempunyai relasi dan keterikatan yang sementara membuat saya masih bisa melakukan hal yang lainnya. Pengalaman tersebut membuat saya sering ditunjuk sebagai ketua pada divisi acara.
Berbicara masalah nilai, saya bersyukur dengan nilai yang telah saya dapatkan hingga saat ini, walaupun belum mencapai nilai cumlaude. Namun apabila nilai semester akhir ini bagus, insyallah saya bisa mendapatkan nilai cumlaude. Mahasiswa mana yang tidak menginginkan nilai tersebut. Makadari itu saat ini adalah perjuangan akhir saya untuk menyelesaikan perkuliahan yang telah saya jalani hampir 4 tahun. Semester ini saya sudah mulai menyusun skripsi. Lulus tepat waktu dengan nilai yang memuaskan adalah salah satu kebahagiaan yang bisa saya berikan kepada kedua orangtua saya saat ini. Saya akan membayar segala pengorbanan dn jerih payah orangtua saya dengan hal tersebut selagi saya belum bekerja. Jika berbicara perjuangan orangtua, saya biasa menyubut ayah saya adalah “My Big Hero” karena beliau lah yang selalu berjuang pagi hingga malam mencari nafkah untuk bisa membiayaai perkuliahan saya. dan “My Wonder Mom” yang tidak pernah lebih untuk memberikan dukungan kepada saya.
Harapan adalah sebuah kepercayaan yang harus kita perjuangkan. Manusia pasti banyak memiliki harapan, begitupun saya. Harapan untuk saat ini adalah bisa lulus tepat waktu dan mendapatkan nilai yang maksimal serta cepat mendapatkan pekerjaan. Namun harapan terbesar saya adalah menjadi orang sukses agar bisa meningkatkan derajat keluarga. Mungkin beberapa anak berfikir ingin dilahirkan dikeluarga yang sangat berkecukupan dalam hal finansial, namun bagi saya memiliki keluarga yang sederhana dan penuh dengan rasa kasih sayang sudah cukup membuat saya selalu bersyukur bahwa uang bukan segalanya, namun kebahagiaan yang didapat dari sebuah keluarga adalah hal yang terpenting dalam kehidupan. Ya, saya tumbuh dikeluarga yang sangat sederhana, entah mengapa saya selalu merasa keluarga saya itu selalu dianggap remeh oleh keluarga dari ibu saya. Namun dibalik itu saya memiliki pemikiran bahwa hidup mereka yang sangat berkecukupan bukan berarti mereka berkecukupan dalam hal hati nurani. Selain untuk membahagiakan orangtua, hal itulah yang memacu saya untuk kenjadi pribadi yang lebih baik dan sukses. Saya sadar untuk menjadi orang yang sukses  pasti tidak mudah, namun saya yakin dengan doa dan restu dari orangtua sedikit demi sedikit saya bisa meraih apa yang saya impikan. Saya banyak belajar dari ayah saya bahwa hidup tentang perjuangan. Seberapa besar perjuangan kita akan menentukan seberapa besar pula hasil yang akan kita dapatkan, apapun keadaan yang kita alami tetaplah bersyukur dan seberapa kita berada dibawah atau direndahkan hadapi dengan kesabaran. Semoga semua harapan dan pembelajaran yang selama ini telah saya terima dapat menjadi guru untuk kehidupan saya dimasa yang akan datang

0 komentar:

Posting Komentar